Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Lalu Apa?

Dok.pri| Kegiatan Diskusi Publik Tentang Rokok

Kamis 31 Mei 2018, bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Pada laman Twitter, kata kunci bertuliskan "Hari Tanpa Tembakau Sedunia" menjadi ulasan terpopuler kedua. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa, warga internet Indonesia memiliki kepedulian kepada isu tembakau. Hal tersebut tidak hanya menjadi perbincangan akun pribadi, namun banyak pula dalam pantauan saya akun pemerintah yang turut mendukung kata kunci tersebut.

Berbicara tentang tembakau, Komnas Pengendalian Tembakau pada Senin (28/05) mengadakan diskusi publik, bertajuk "Rokok dan Puasa: Murahnya Harga Rokok". Dalam diskusi ini hadir para ahli yang mengulas rokok dalam pelbagai sudut pandang, mulai dari sudut pandang kejiwaan yang disampaikan oleh dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, SpKJ (K), MP.

Beliau memberikan pemahaman kepada kami yang hadir bahwa, rokok yang hisap oleh para pengguna dengan kadar tertentu, memiliki dampak adiktif yang melewati otak, semakin lama seseorang mengkonsumsi rokok, semakin besar pula kadar adiktif yang ada pada otak, dalam pemaparannya beliau mengatakan bahwa sistem saraf otak akan terganggu atau memiliki ketergantungan, yang dalam kadar tertentu mengganggu fungsi kerja otak.

Beliau juga memberikan fakta menarik tentang rokok di Indonesia, karena boleh jadi masyarakat Indonesia memiliki dialektika cukup panjang tentang pembahasan rokok. Adapun informasi menarik yang baru saya dapatkan, Indonesia merupakan negara bagi pecinta rokok, hanya di Indonesia rokok hadir dengan pelbagai varian. Atau boleh jadi, Indonesia menjadi surga bagi para perokok dunia, karena siapa pun dapat dengan mudah dan murah mengkonsumsi rokok. Pun ingin rokok kelas premium dan mahal, Indonesia juga memiliki itu.

Dok. Pri| Diskusi Rokok

Tapi bagi saya pribadi, hal tersebut bukan sebuah kebanggaan. Condong kepada sebuah keprihatinan, karena harus menemukan fakta bahwa hanya di Indonesia ini kita dapat melihat seorang balita dapat merokok layaknya orang dewasa. Bahkan isu bayi perokok tersebut, cukup mendapat perhatian dunia, karena seluruh elemen bangsa ini dianggap tidak peduli kepada keberlangsungan hidup generasi penerus.

Beliau juga mengatakan bahwa, dalam sebuah jurnal ilmiah nikotin yang terkandung dalam rokok, adalah zat adiktif peringkat ketiga lebih rendah apabila dibandingkan dengan, putau dan sabu yang menempati peringkat pertama dan kedua. Mendengar pemaparan tersebut, sejujurnya saya cukup terkejut, karena baru mengetahui bahwa tingkat adiksi nikotin yang ada pada rokok hanya beda beberapa level dari drugs, yang jelas dilarang oleh pemerintah.

Selain dari pada itu, data yang disampaikan juga mengatakan bahwa, 62% pria Indonesia adalah perokok aktif, dan 38% pria Indonesia tidak merokok. Adapun dari mereka yang merokok, 59% perokok tersebut rentan terkena skizofrenia, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kepada sebuah gangguan kejiwaan pada seseorang.

Namun menurut penuturan dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, SpKJ (K), MP, masyarakat Indonesia pada momen bulan Ramadan cukup dapat mengendalikan hasrat mengkonsumsi rokok, tentu hal tersebut dapat dipandang sebagai usaha yang positif. Karena bukan hal yang tak mungkin, seorang pengkonsumsi rokok berhenti secara berkala atas kecanduannya, sehingga pada waktunya lepas bulan Ramadan dapat terbebas dari jerat rokok.

Turut hadir pula dr. Anwar Abbas, Pengurus Besar Pusat Muhammadiyah yang memberikan sudut pandang keagamaan tentang rokok, yang bersandarkan kepada fatwa Muhammadiyah tentang rokok. Beliau mengatakan bahwa "Merokok bertentangan dengan dalil-dalil dalam Islam, diantaranya mengharamkan segala yang buruk, larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan dan perbuatan membunuh diri, larangan berbuat mubazir, dan larangan menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan orang lain."
Dok. Pri| Korban Rokok


Pun hadir bahasan konsumsi rokok dalam pandangan ekonomi syariah, yang disampaikan oleh Dr. Abdillah Ahsan, beliau adalah Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Juga turut hadir Fuad Baraja yang memberikan terapi kepada mereka yang ingin berhenti merokok.

Adapun hal yang cukup memprihatinkan, dalam kegiatan ini hadir mereka para korban rokok, yang menceritakan bagaimana rokok merenggut salah satu organ tubuh bagian tenggorokan, yang menjadikan mereka memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi. Adapun anjuran para korban rokok kepada kami yang hadir, agar dapat mengenyahkan asap rokok dari lingkungan tempat tinggal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kayla Elena von Rueti: Lewat Camilan Sehat, Peduli Kesehatan, Lingkungan dan Perempuan