Kagungan Dalem Masjid Ageng Karaton Surakarta
Dok. Pri | Gerbang Masjid Ageng Karatan Surakarta |
Dari Pasar Gede Surakarta, ada sebuah masjid
yang mungkin sudah hadir cukup lama.
Dikenal dengan masjid Ageng Karaton Surakarta
Hadiningrat, yang pasti memiliki sejarah panjang pada perjalanan wilayah
tersebut. Masjid ini bersebelahan dengan pasar Kliwon, walau saat itu mendung
menyelimuti langit, para wisatawan tetap antusias melihat pelbagai sudut
masjid.
Mungkin saya termasuk yang cukup kagum dengan masjid ini, kekaguman hadir ketika mulai dari gerbang utama masjid. Tiga pintu gerbang menggambarkan keindahan yang tak terungkap, pada setiap sisi atas pintu utama hadir sebuah logo Karaton Surakarta (mungkin), dan di atasnya lagi ada sebuah jam yang memungkinkan siapapun melihat waktu tanpa kesulitan. (kecuali kalau doi rabun)
Dok. Pri | Plang Depan Masjid Ageng Keraton Surakata |
Pada kedua sisi atas gerbang, hadir pula kaligrafi yang begitu rapi. Adapun apa yang tertulis pada gerbang kanan dan kiri tersebut, saya kurang dapat membaca dengan jelas, karena warna dari kaligrafi tersebut sudah terlihat lusuh, sehingga saya tak mampu membaca dengan begitu jelas. (padahal ga paham bahasa arab) :D
Saya kurang begitu paham apakah gerbang
tersebut mendapatkan perawatan yang baik atau tidak, namun memang warna yang
ada pada gerbang tersebut terlihat sudah begitu lama, dan ada beberapa bagian
yang sudah terkelupas termakan pelbagai cuaca. Namun walau cat tersebut sudah
tak begitu jelas, namun gerbang tersebut tetap berdiri dengan kokoh sebagai
titik awal wisatawan masuk komplek masjid.
Pada salah satu bagian gerbang tersebut pula,
ada sebuah plakat yang memberikan informasi bahwa, masjid tersebut telah
tetapkan sebagai salah satu cagar budaya yang ada di kota Surakarta. Sebagai
cagar budaya, tentu tempat tersebut perlu dijaga agar kondisi tetap seperti
aslinya.
Dok. Pri | Salah-satu sisi gerbang masjid ageng yang bertuliskan kaligrafi |
Salah satu hal yang saya dapatkan untuk
melindungi cagar budaya dimanapun berada ialah, ketika kita ingin
mendokumentasikan minimalisir penggunaan lampu petir/blitz. Setidaknya itu yang
saya lakukan, pada setiap cagar budaya yang saya kunjungi.
Memasuki komplek masjid, pelbagai tiang lampu
berwarna biru telor asin tertata di kanan dan kiri tertata dengan begitu rapi. Entah
ketika malam apakah lampu tiang lampu tersebut bermanfaat atau tidak, yang
jelas ketika siang hari tiang lampu tersebut seperti mengucapkan selamat datang
kepada saya. (mulai aneh)
Lalu lalang manusia menjadi pemandangan yang
menarik bagi saya, ketika memasuki komplek masjid. Baik wanita atau pria, dalam
sudut pandang saya mereka kagum melihat masjid ini. Entah konsep apa yang hadir
pada masjid ini, namun pada halaman masjid tidak begitu banyak pohon-pohon
besar. Sehingga kesan gersang terasa bagi saya, namun apabila sudah masuk
pelataran masjid hawa tenang begitu terasa.
Dok. Pri | Tampak depan Masjid Ageng Karaton Surakarta |
Ketenangan tersebut tergambar begitu jelas,
bahkan saya seperti tak mendengar orang-orang berbicara apapun kecuali dengan
berbisik. Saya sempat terpaku beberapa saat, karena ketika masuk teras masjid
terasa mirip dengan masjid keraton yang ada di Yogyakarta.
Tak bisa lama saya terpaku, karena sudah
ditegur oleh salah seorang teman untuk masuk masjid. Adzan dhuhur pun
berkumandang, setiap orang sibuk mengambil air wudhu. Ada pula yang begitu
tenang duduk sambil berzikir, hadir pula yang bersiap untuk mendirikan sholat
sunnah. Dan semua tenggelam menuju panggilan Tuhan, dengan begitu tenang.
Kemudian hujan turun dengan begitu deras.
Salam Hangat
Fawwaz Ibrahim
Komentar
Posting Komentar